Damos: Pasal 11 UUD 45 Perlu Segera Diamandemen



Jakarta (Antara) - Pasal 11 UUD 45 yang mengatur tentang perjanjian internasional perlu segera diamandemen agar terdapat kepastian hukum bagi para penegak hukum untuk menerapkannya dalam ranah hukum nasional, demikian salah satu kesimpulan Damos Agusman dalam ujian terbuka gelar Doktor di depan senat Guru Besar Goethe University of Frankfurt, Rabu. 
Konsul Jenderal RI Frankfurt tersebut meraih gelar doktor dalam hukum perjanjian internasional dari Goethe University dengan predikat "Magna Cum Laude" (pujian atau kehormatan besar). 
Damos menulis disertasi berjudul "Legal Status of Treaties under Indonesia Law: A Comparative Study" yang membandingkan Konstitusi Indonesia dengan beberapa negara yaitu China, Afrika Selatan, Jerman dan Belanda. Ujian terbuka diketuai oleh Professor Peter Wilmowsky dengan tim penguji yang terdiri dari ahli hukum internasional Jerman seperti Prof Stefan Kadelbach, Prof Rainer Hoffmann. 
Menurut diplomat senior itu, pasal produk Perang Dunia II ini sudah ketinggalan zaman dan tidak mungkin menapung perkembangan globalisasi yang demikian pesat deewasa ini. 
"Pasal singkat ini hanya mengatur pembagian kekuasaan antara Presiden dan DPR dalam membuat perjanjian dengan Negara lain tapi membisu tentang apa kedudukan perjanjian itu sendiri dalam hukum nasional, khususnya dalam tata urutan perundang-undangan Indonesia," katanya. 
Akibatnya, kata mantan Direktur Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya Kemenlu tersebut, terdapat kegamangan bagi para penegak hukum di Indonesia dalam memperlakukan norma-norma perjanjian yang telah banyak mengikat Indonesia sebagai anggota masyarakat internasional. 
"Keragu-raguan Indonesia dalam memperlakukan norma perjanjian internasional dalam ranah hukum nasional akan berimplikasi terhadap citra Indonesia sebagai negara yang taat pada hukum internasional, dan ini akan mencederai komitmen para pendahulu bangsa yang telah menampilkan citra Indonesia sebagai Negara yang membuat ketimbang melanggar hukum internasional," tegas Damos sambil merujuk pada perjuangan Indonesia di bidang hukum laut, yang lebih dikenal sebagai salah satu pelopor pembuatan hukum internasional sekalipun pada awalnya sebagai pelanggar hukum ini. 
Damos yang sudah berhak menyandang gelar DR.iur. dengan predikat "Magna Cum Laude" ini menyatakan bahwa masalah status perjanjian dalam suatu sistem hukum nasional adalah masalah klasik di hampir setiap negara, oleh sebab itu Indonesia perlu mempelajari pengalaman negara-negara lain baik yang seciri dengan Indonesia seperti China dan Afrika Selatan, maupun yang sudah mapan seperti Jerman dan Belanda. 
"Sepanjang karir saya di Kemlu RI saya berkutat dengan masalah perjanjian internasional, itulah sebabnya saya ingin mendalami sistem hukum negara lain untuk memahami aspek apa dari sistem Indonesia yang perlu disempurnakan," ungkap Damos. 
Kesimpulan menarik lainnya dari disertasi Damos adalah bahwa Indonesia dan China sama-sama masih belum memberikan ketegasan tentang status perjanjian dalam hukum nasional, sementara Afrika Selatan telah mengaturnya karena kuatnya perhatian internasional terhadap proses transisi di negara ini menyusul kebijakan Apartheid-nya di masa lalu.(rr)

Share
Tweet
Pin
Share