DIPLOMASI RI di IMO, LONDON

RI Berhasil Yakinkan IMO Soal Perlunya Pengaturan Tanggungjawab Pencemaran Laut dari Offshore
Detik.com News, 3 Mei 2014



London - Dalam Sidang Komite Hukum ke-101, International Maritime Organization (IMO) di London, Inggris, Indonesia mengangkat kembali kasus pencemaran di Laut Timor yang disebabkan oleh kebocoran kilang minyak Montara tahun 2009.

Indonesia berhasil meyakinkan Komite mengenai pentingnya untuk mengembangkan panduan bagi pembuatan perjanjian bilateral/regional untuk mekanisme pertanggungjawaban dan kompensasi pencemaran laut lintas batas yang disebabkan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai. 

Demikian siaran pers KBRI London yang diterima detikcom Den Haag, Sabtu (3 Mei 2014) pagi Waktu Eropa Tengah. 

Selanjutnya Indonesia bersama Denmark akan memimpin Intersessional Consultative Group (Pokja) demi mendukung dan mematangkan substansi penyusunan panduan tersebut.

Komite juga telah meminta negara-negara anggota untuk menyampaikan contoh perjanjian bilateral/regional yang dimilikinya sebagai bahan pengkajian oleh Pokja. 

Dalam pernyataan di depan Sidang Komite Hukum yang berlangsung dari 28 April - 2 Mei 2014, Indonesia juga menyayangkan bahwa setelah hampir 5 tahun sejak terjadi insiden, tidak terdapat kemajuan karena pihak pencemar yaitu perusahaan penambangan minyak belum memenuhi tanggung jawab membayar kompensasi. 

Hal ini disebabkan karena belum adanya aturan internasional bila terjadi pencemaran akibat kebocoran anjungan minyak lepas pantai di negara lain, yang dioperasikan oleh pihak ketiga.

Ditegaskan pula komitmen Indonesia untuk terus mengedepankan upaya pembuatan aturan internasional terkait pencemaran laut lintas batas yang disebabkan oleh kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak lepas pantai melalui berbagai forum bilateral, regional dan multilateral. 

Resistensi 

Sementara itu Sekretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI Dr. iur. Damos Agusman, yang memimpin Delegasi Indonesia pada pertemuan para ahli hukum IMO ini, dihubungi detikcom hari ini menjelaskan bahwa gagasan Indonesia tersebut semula mendapat resistensi dari kelompok negara tertentu.

"Beberapa negara menilai tidak perlu adanya internasionalisasi aturan tentang kompensasi atas pencemaran lintas negara, karena masalah ini cukup diatur oleh hukum nasional," terang Damos. 

Namun, lanjut Damos, pengalaman pahit bencana Montara yang telah mengotori perairan Nusa Tenggara telah mendorong Indonesia untuk tetap berpendirian bahwa hukum nasional tidak cukup untuk mengatasi ancaman lingkungan ini. 

“Kerjasama internasional mutlak dibutuhkan dalam mengatasi ancaman bersama ini, sehingga Indonesia mendesak agar negara-negara anggota IMO mulai memikirkan pembentukan aturan transnasional yang lebih jelas,” tegas Damos, yang meraih gelar doktornya pada Goethe University of Frankfurt, Jerman, dengan predikat Magna Cum Laude. 

Menurut Damos, dukungan masyarakat madani internasional ternyata cukup kuat, seperti dari kalangan penggiat dan pakar lingkungan serta akademisi. 

"Sehingga Indonesia optimis bahwa gagasan ini akan mendapat perhatian dari IMO," pungkas Damos. 

Share
Tweet
Pin
Share