UUD'45 Belum Mengatur Kedudukan Hukum Internasional

Dr. Damos Dumoli Agusman, SH, LL.M



Frankfurt - UUD'45, konstitusi negara Republik Indonesia yang telah diamandemen pasca reformasi belum mengambil sikap tentang kedudukan hukum internasional dalam sistem hukum nasional. 

Demikian salah satu kesimpulan dari promovendus Damos Dumoli Agusman dalam ujian terbuka di depan para Guru Besar penguji disertasinya yang berjudul Legal Status of Treaties under Indonesia Law: A Comparative Studydi Goethe University of Frankfurt, Jerman, Selasa (18/2/2014). 

Temuan Damos tersebut diperoleh setelah meneliti konstitusi di Cina, Afrika Selatan, Jerman dan Belanda, melalui metodologi studi perbandingan. 

Damos menguraikan bahwa sekalipun UUD'45 telah direformasi dan disesuaikan dengan format negara hukum (rechtstaat) yang memuat prinsip-prinsip demokrasi, namun konstitusi ini belum memberi ruang bagi hukum internasional untuk beroperasi dalam sistem hukum nasional Indonesia. 

Menurut Damos, sebenarnya Indonesia dan Afrika Selatan memiliki pengalaman transisi demokrasi sama, namun kedua negara yang baru berdemokrasi ini memiliki respon berbeda terhadap hukum internasional. 

"Konstitusi Afrika Selatan telah memuat pasal-pasal tentang hukum internasional, sedangkan konstitusi Indonesia masih membisu soal hukum ini," ujar Damos. 

Hal ini, lanjut Damos, disebabkan karena transisi demokrasi di Afrika Selatan mendapat sorotan internasional akibat kebijakan apartheid-nya, sehingga sewaktu merumuskan konstitusinya terdapat tekanan agar Afrika Selatan lebih bersahabat dengan hukum internasional.

Sebaliknya transisi demokrasi Indonesia lebih diwarnai oleh reformasi internal tanpa campur tangan internasional kecuali soal keuangan oleh IMF. 

"Akibatnya, Indonesia mengikuti sikap Cina yang masih belum melahirkan agenda politik untuk mengakui hukum internasional sebagai hukum positif dalam sistem konstitusinya," papar Damos. 

Menjawab pertanyaan penguji tentang peran sistem hukum Belanda yang seyogianya diwarisi oleh Indonesia, Damos menegaskan bahwa karena kemerdekaan Indonesia dari Belanda diperoleh dengan cara perang dan bukan cara damai, maka terdapat sentimen anti hukum internasional di era awal berdirinya Indonesia, karena hukum ini dianggap pro penjajah dan merugikan negara jajahan. 

"Itulah sebabnya hukum internasional tidak berkembang dengan wajar dalam sistem hukum Indonesia, kecuali bidang hukum yang sarat dengan kepentingan strategis Indonesia seperti hukum laut internasional," terang Damos. 

Damos menyampaikan bahwa mengingat Indonesia telah menjadi negara demokrasi dan memainkan kiprah penting dalam masyarakat internasional khususnya sebagai anggota G-20, maka sudah saatnya konstitusi Indonesia mengatur tentang hukum internasional serta memberi ruang bagi perjanjian internasional dalam sistem perundang-undangan. 

"Jika tidak maka kredibilitas Indonesia sebagai negara hukum akan dipertanyakan," tandas Damos. 

Untuk itu, imbuh Damos, Pasal 11 UUD 45 yang hanya berbunyi, "Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, damai dan membuat perjanjian dengan negara lain" perlu dielaborasi melalui amandemen.

"Sehingga mencakup mengenai kejelasan tentang status hukum dan perjanjian internasional dalam sistem hukum nasional," demikian Damos. 

Ujian terbuka yang dihadiri oleh komunitas akademis Universitas Frankfurt diwarnai oleh diskusi intensif antara promovendus dan para Guru Besar penguji yang terdiri dari ahli hukum internasional Jerman antara lain Prof. Stefan Kadelbach, Prof. Rainer Hoffmann, dan diketuai oleh Prof. Peter Wilmowsky. 

Disertasi serta ujian terbuka ini akhirnya memberikan predikat "Magna Cum Laude" kepada promovendus Damos Dumoli Agusman. Diplomat karir Kemlu RI ini selanjutnya berhak menyandang gelar Dr. di depan namanya menjadi Dr. Damos Dumoli Agusman, SH, LL.M. 

Seperti disampaikan Konsul Pensosbud KJRI Frankfurt kepada detikcom, Damos Dumoli Agusman di sela-sela kesibukannya sebagai Konsul Jenderal RI di Frankfurt sejak tahun 2010 menyempatkan diri untuk memperdalam hukum internasional di salah satu universitas terkenal Goethe University of Frankfurt. 

Kecintaannya pada hukum internasional telah dimulai sejak mengambil studi S1 Hukum Internasional di Fakultas Hukum Unpad tahun 1987 dan kemudian dilanjutkan dengan studi S2 di University of Hull Inggris tahun 1990. 

"Saya telah berkarir menggeluti tugas-tugas yang berkaitan dengan hukum ini di Kemlu RI dan akan terus memberi kontribusi bagi perkembangan Hukum Internasional di Indonesia," pungkas Damos, yang sebelumnya pernah menjabat Direktur Perjanjian Internasional Kemlu RI selama 6 tahun sebelum menjadi Konsul Jenderal.

Share
Tweet
Pin
Share