RI Kirim Delegasi ke Tribunal Arbitrase Laut Cina Selatan

by - November 28, 2015

Tempo 25 November 2015

RI Kirim Delegasi ke Tribunal Arbitrase Laut Cina Selatan

RABU, 25 NOVEMBER 2015 | 22:12 WIB
RI Kirim Delegasi ke Tribunal Arbitrase Laut Cina Selatan
Delegasi Indonesia sebagai pengamat dipimpin Damos Domuli Agusman, Setditjen Hukum dan Perjanjian Internasional Kementrian Luar Negeri, (kiri depan) dalam public hearing di Pengadilan Arbitrase Internasional, Den Haag, Belanda, 25 November 2015. (Foto: Istimewa)
TEMPO.CODen Haag – Pemerintah Indonesia kembali mengirim utusan dalam sidang pengadilan arbitrase yang mengadili gugatan Filipina terhadap Cina atas Laut Cina Selatan.  Setelah memutuskan memiliki yuridiksi, tribunal menggelar public hearing pada 24-30 November 2015 di Den Haag, Belanda.
Public hearing ini bersifat tertutup dan hanya mendengarkan argumentasi gugatan Filipina perihal pokok perkara,” kata Damos Dumoli Agusman, Sekretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri, yang menjadi ketua delegasi Indonesia, kepada Tempo, kemarin
Menurut   Damos,  Indonesia mencermati jalannya persidangan karena hampir semua keputusan tribunal atas gugatan Filipina akan berdampak pada konstelasi kasus Laut Cina Selatan (LCS).  

Berdasarkan keputusan 29 Oktober lalu, tribunal akan menjawab  tiga persoalan dasar. Yakni  keabsahan soal nine dotted lines,  penetapan soal gugusan yang diklaim di LCS, apakah itu adalah pulau yang berhak atas 200 mil zona maritim, ataukah karang yang hanya berhak 12 mil, atau elevasi surut yang tidak berhak sama sekali atas zona maritim.
Selain itu juga akan diputuskan apakah  aktivitas Cina di LCS, seperti reklamasi, telah melanggar UNCLOS khususnya tentang perlindungan lingkungan laut.  Ketiga hal itulah yang akan dielaborasi Filipina dalam public hearing kali ini.
 “Tribunal tidak mengadili soal siapa pemilik pulau/karang, karena bukan wewenangnya,” kata Damos.
Jika Tribunal mengatakan nine dotted lines haram, maka semua negara pihak harus mengabaikan ke sembilan garis dalam peta yang diklaim Cina tersebut. “Cina dalam hal ini tidak lagi bisa menggunakan garis ini sebagai basis untuk klaim pulau atau karangatau elevasi di dalamnya,” papar Damos.
Jika Tribunal menyatakan bahwa gugusan di LCS adalah karang  dan elevasi, dan tidak ada yg berstatus pulau, maka siapa pun pemilik karang ini tidak mungkin mengklaim zona maritim sampai mendekati pantai-pantai utama negara-negara sekitarnya.
Adapun persoalan nine dotted lines adalah masalah semua negara pihak UNCLOS, bukan hanya persoalan bilateral Cina-Indonesia. “Jika Tribunal menyatakan garis ini haram, maka semua negara LCS akan lega karena benang kusut makin terurai,” tambah dia.
Dalam sidang kali ini, delegasi Filipina dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Albert del Rosario. Sedangkan lima hakim tribunal terdiri atas Thomas A. Mensah, presiden tribunal, Jean-Pierre Cot, Stanislaw Pawlak, Rudiger Wolfrum, dan Profesor Alfred H.A. Soons.

Cina sebagai pihak yang digugat Filipina mengecam proses pengadilan dan sejak awal menolak perkara tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Hong Lei menyatakan posisi negaranya sangat jelas. "Kami tidak akan menerima atau berpartisipasi dalam arbitrasi," kata Hong Lei seperti dilaporkan The Diplomat, kemarin.  

Meski Cina menolak, negara-negara lain menyambut upaya menggunakan hukum internasional untuk menguraikan sengkarut di Laut Cina Selatan.  Selain Indonesia, Vietnam, Malaysia, Thailand dan Jepang juga mengirim utusannya sebagai pengamat. Setelah public hearing kali ini,  tribunal dijadwalkan akan membacakan keputusan akhir pada Juni 2016.  
THE DIPLOMAT | NATALIA SANTI

You May Also Like

0 comments