Powered by Blogger.
  • Home
  • About
  • Contact
    • Category

Law of Treaties (Perjanjian Internasional): Issues in Indonesia

by: Dr. iur. Damos Dumoli Agusman

Sektretaris Ditjen Hukum dan Perjanjian Internasional, Kemenlu RI, Damos Dumoli Agusman, tentang Ketegangan RI-Tiongkok

Sikap Indonesia di Perairan Natuna Sudah Benar

KORAN-JAKARTA Rabu 22/6/2016 | 02:30 

A   A   A   Pengaturan Font
Insiden pengusiran 10-12 kapal pencuri ikan asing yang sedang mencari ikan di perairan Natuna, Kepulauan Riau, pada Jumat (17/6) telah menimbulkan ketegangan antara Indonesia dan Tiongkok.
Beijing secara resmi mengajukan surat protes kepada pemerintah Indonesia atas insiden tersebut, dimana satu kapal pencari ikan dengan nomor 19038 berhasil ditahan oleh pemerintah Indonesia.
Langkah yang telah dilakukan pemerintah Indonesia sudah sesuai hukum. Ketegangan di wilayah perairan bukan hanya terjadi antara Tiongkok dengan Indonesia, tetapi dengan beberapa negara lainnya.
Hanya saja, Indonesia bersikap lebih tegas. Untuk mengupas masalah ini, Koran Jakarta mewawancarai Sektretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional, Kementerian Luar Negeri RI Damos Dumoli Agusman, Selasa (21/6), beikut petikannya.
Protes resmi sudah dilakukan oleh pemerintah Tiongkok, seperti protes yang mereka sampaikan?

Kalau kami melihat pernyataan dari pemerintah Tiongkok, mereka memprotes tindakan Indonesia yang menggunakan kekuatan angkatan bersenjata saat menghadapi kapal-kapal nelayan yang sedang mencari ikan di pulau Natuna.
Dalam protesnya, pemerintah Tiongkok juga menyatakan para nelayan tersebut mencari ikan di wilayah traditional fishing ground, yang mereka klaim.
Lalu, bagaimana sikap Kementerian Luar Negeri RI atas protes tersebut?
Yang dilakukan Indonesia adalah bagian dari penegangan hukum laut. Dalam UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea) setiap negara punya hak untuk menegakkan kedaulatannya di wilayah ZEE-nya.
Tiongkok mengklaim wilayah perairan Natuna merupakan wilayah traditional fishing ground mereka. Bagaimana menurut Anda?
Kami menolak gagasan bahwa ini adalah traditional fishing ground, yang disebut pula nine-dash-line mereka. UNCLOS menutup ruang terhadap zona-zona lain, yang tidak diatur dalam UNCLOS dan ini yang kami lakukan. Namun sekarang ini muncul kesalahfahaman.
Bagaimana sebetulnya komunikasi Indonesia dan Tiongkok?
Komunikasi kedua belah pihak terjalin baik. Konsep ini (ninedash- line) dihadapkan bukan hanya kepada Indonesia, tetapi juga pada negaranegara lain di ASEAN.
Konsep ini, sekarang sedang diuji di tribunal UNCLOS, dimana pemerintah Filipina menggungat Beijing, yang tujuannya bukan untuk Filipina sendiri melainkan untuk negara lain pula, yang bersengketa wilayah perairan dengan Tiongkok.
Insiden yang terjadi di perairan Natuna bukan hanya terjadi dengan Indonesia saja, tetapi juga dengan Malaysia, Filipina dan negara lainnya.
Dengan begitu, nine-dash-line ini problematik sekali dan telah menjadi masalah antara Tiongkok dengan banyak pihak.
Apakah ada rencana duduk bersama dengan Beijing untuk menyelesaikan masalah ini?
Yang dilakukan pemerintah Indonesia sudah sesuai dengan hukum. Saat ini, pemerintah Tiongkok masih ngotot dan kami pun sangat menantikan keputusan pengadilan tribunal, yang bakal keluar dalam waktu dekat.
Pengadilan ini akan menjadi hal yang ditakutkan pemerintah Tiongkok karena kemungkinan akan memutuskan hal yang tidak mereka inginkan.
Supaya hal ini tidak terulang lagi, apa ada langkah antisipasi?
Kami akan tetap lakukan penegakan hukum. Jika upaya penegakan hukum dihalangi oleh Beijing, maka kami akan protes.
Sebaliknya kalau tidak dihalang-halangi, kami tidak akan protes. Pada Maret 2016 lalu, kami melakukan protes ketika upaya penangkapan kapal nelayan pencari ikan asing dihalanghalangi.
Namun pernah pula dua kali mereka (pemerintah Tiongkok) tidak menghalangi upaya kita dalam penegakan hukum.
Kami ingin tegaskan, yang kami tangkap ini adalah kapal nelayan pencari ikan asing yang masuk wilayah perairan Indonesia.
Kami tidak memandang bendera negaranya dan tindakan tegas yang diambil pemerintah Indonesia karena mereka telah melakukan pelanggaran. suci sekarwati/AR-3
Tags

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Wawancara KompasTV 21 JUNI 2016
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
9 Dash Line RRT, CNN Indonesia
Published on Jun 25, 2016
China Berhalusinasi Tentang Nine-Dashed Line yang membentang di Laut Natuna!

Jakarta – Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menyatakan pemerintah Republik Rakyat China tak pernah menjelaskan apapun soal nine-dashed line, yakni garis imajiner yang digunakan China untuk mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan yang menjadi sengketa sejumlah negara di Asia.

“Nine-dashed line Tiongkok tiba-tiba masuk merusuk ke wilayah ZEE (zona ekonomi eksklusif) Indonesia. Di sini mulai muncul persoalan antara Indonesia dengan China,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI, Damos Dumoli Agusman, kepada CNNIndonesia.com, Rabu malam (22/6).

Damos berkata, Indonesia pertama kali tahu soal nine-dashed line 23 tahun lalu, yakni 1993, pada Workshop on Managing Potential Conflicts in the South China Sea. Kala itu delegasi China mendistribusikan satu peta yang di dalamnya tercantum nine-dashed line menjorok hingga perairan Natuna.

“Indonesia waktu itu bereaksi, apa maksud peta ini? Tiongkok membisu. Dia bilang, terserahlah Anda menafsirkannya,” ujar Damos.

“Tiba-tiba garis itu seperti muncul begitu saja dari langit. Cara menarik garisnya pun kami tidak tahu,” kata Damos yang ditugasi Kemlu RI menangani persoalan teknis terkait Laut China Selatan.

Menurut Damos, dampak dari nine-dashed line bukan soal kepemilikan pulau, melainkan batas maritim.

Nine-dashed line China mulai menjadi persoalan serius bagi Indonesia tahun ini, tepatnya 19 Maret 2016, kala terjadi insiden antara Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Kapal Kway Fey yang berbendera China. Konflik terbuka pertama antara Indonesia-China meletup di perairan Natuna.

Saat Kapal Pengawas Hiu 11 hendak menangkap Kapal Kway Fey yang diduga mencuri ikan, muncul kapal pengawas China yang mengintervensi dengan menabrak Kway Fey.

Pemerintah Indonesia langsung melayangkan nota protes ke China, menuduh Negeri Tirai Bambu melanggar kedaulatan dan yurisdiksi Indonesia, serta melanggar upaya penegakan hukum oleh aparat Indonesia di ZEE Indonesia.

Pada ZEE yang berjarak 200 mil laut dari garis pangkal suatu negara, negara itu berhak melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan sumber daya alam. ZEE Indonesia itulah yang dimasuki Kway Fey.

Insiden pertama Indonesia-China di Natuna itu disambut China dengan penjelasan bahwa dalam zona nine-dashed line, nelayan-nelayannya menangkap ikan di situ.

Indonesia bergeming dan melakukan razia terhadap kapal-kapal asing yang menangkap ikan di Natuna. “Begitu dirazia, dia (China) protes, dan mulailah muncul istilah ‘This is our traditional fishing ground.’ Indonesia jelas protes,” kata Damos.

“Apa itu traditional fishing ground? Tidak ada dalam UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). Indonesia menolak itu. We don’t recognize traditional fishing ground,” tegas Damos.

Ketika insiden kedua terjadi antara Indonesia dan China, 27 Mei 2016, menurut Damos China mulai berani mengeluarkan kartunya.

“Mereka bilang, ‘Yes, we have different opinion and yes, we have overlapping maritime rights and interest.’ Itu istilah dia,” ujar Damos menirukan ucapan perwakilan China.

Namun, imbuh Damos, saat ditanya apa yang dimaksud China sesungguhnya, China tak bisa menjelaskan dengan gamblang. China berkata, berhak menangkap ikan di perairan Natuna atas dasar historis, dan alasan itu ditolak oleh Indonesia.

Damos menegaskan, tak ada wilayah tumpang-tindih (overlapping) antara Indonesia dan China. “Overlapping itu harus berdasarkan basis yang valid. Tidak mungkin mengklaim sesuatu tanpa basis.”

Ia mengibaratkan ulah China seperti orang bertamu yang kemudian mengklaim rumah tamunya. “Tiba-tiba rumahmu didatangi orang, lalu orang itu bicara, ‘Ini rumahku, dari nenek moyangku.’ Bingung kan. Baru bisa dibilang overlapping jika dia bilang, ‘Ini rumahku, ini sertifikatnya.’ Tapi ini kan tidak,” kata Damos.

China disebut Damos tak pernah menafsirkan nine-dashed line secara klir hingga saat ini. Akibatnya muncul berbagai intrepetasi dari sejumlah negara.

Pemerintah China, dalam nota protesnya kepada Indonesia atas insiden ketiga di Natuna saat kapal ikan Han Tan Cou terkena tembakan kapal perang RI, kembali menyatakan kapal mereka berada pada perairan dengan klaim “tumpang-tindih”. Alasan ini pun kembali tak diterima Indonesia.

“Indonesia mempertahankan zona ekonomi eksklusifnya sesuai hukum internasional. Hukum laut membenarkan Indonesia membuat zona ekonomi eksklusif. Indonesia punya kedaulatan atas kekayaan alamnya. Tidak pernah ada kesepakatan soal traditional fishing ground dengan China,” kata pakar hukum laut internasional RI, Hasyim Djalal.

Hasyim, mantan diplomat yang pernah mewakili Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa, kini ditunjuk pemerintah RI menjadi ketua tim untuk menangani persoalan Laut China Selatan, termasuk Natuna.
  • Category

    • News & Politics
  • License

    • Standard YouTube License
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

About Me

My photo
Damos Agusman
View my complete profile

Labels

  • ASEAN (11)
  • Diplomatic law (17)
  • international law (52)
  • international security (2)
  • law of the sea (37)
  • law of treaties (28)
  • News (13)
  • Others (9)
  • south china sea (8)
  • treaties and domestic law (27)

recent posts

Blog Archive

  • March 2023 (1)
  • September 2022 (1)
  • August 2022 (1)
  • July 2022 (2)
  • June 2022 (5)
  • December 2021 (1)
  • September 2021 (1)
  • August 2021 (8)
  • July 2021 (4)
  • June 2021 (6)
  • May 2021 (1)
  • March 2021 (1)
  • February 2021 (2)
  • December 2020 (4)
  • October 2020 (1)
  • September 2020 (1)
  • August 2020 (1)
  • June 2020 (1)
  • May 2020 (1)
  • December 2019 (1)
  • July 2019 (1)
  • June 2019 (2)
  • May 2019 (5)
  • December 2018 (2)
  • September 2018 (1)
  • August 2018 (1)
  • July 2018 (1)
  • November 2017 (1)
  • February 2017 (1)
  • August 2016 (1)
  • July 2016 (1)
  • June 2016 (3)
  • May 2016 (1)
  • March 2016 (1)
  • February 2016 (2)
  • December 2015 (4)
  • November 2015 (3)
  • September 2015 (1)
  • August 2015 (1)
  • July 2015 (1)
  • May 2015 (1)
  • April 2015 (3)
  • March 2015 (1)
  • February 2015 (4)
  • January 2015 (3)
  • December 2014 (1)
  • August 2014 (1)
  • June 2014 (1)
  • May 2014 (1)
  • February 2014 (4)
  • January 2014 (2)
  • December 2013 (1)
  • November 2013 (1)
  • October 2013 (4)
  • May 2013 (3)
  • September 2012 (1)
  • July 2012 (2)
  • April 2012 (35)

Total Pageviews

Created with by ThemeXpose | Distributed by Blogger Templates